Ekonomi
Polemik Babi Jadi Kontroversi, Pemprov Sumut Harus Lebih Bijak
KawalSumut.Com – Polemik babi yang belakangan menjadi kontroversi di Sumatera Utara terus berlangsung. Setelah muncul pergerakan ribuan massa yang tergabung dalam Gerakan Aksi Damai Non-Politik Pemusnahan Babi di Sumut atau #SAVEBABI, pada Senin, 10 Februaru lalu, hari ini rencananya akan ada demo menolak aksi tersebut dari Koalisi Umat Islam Sumut berencana pada Jumat (14/2/2020).
Polemik babi yang menjadi kontroversi di tengah masyarakat ini bermula dengan merebaknya virus Hog Cholera atau kolera babi dan African Swine Fever (ASF) sejak September 2019 silam hingga saat ini. Sedikitnya 46.000 ternak babi mati akibat wabah ini.
Warga yang tinggal di wilayah sekitar peternakan mengeluhkan bau bangkai babi yang menyengat. Tidak sedikit juga bangkai yang dibuang ke jalanan dan sungai yang cukup mencemari lingkungan.
Virus kolera babi dan ASF hanya menular ke hewan ternak babi saja melalui udara. Sedangkan kekhawatiran masyarakat terhadap babi mati akibat virus itu karena kasus pembuangan bangkai yang sembarangan.
Atas dasar hal tersebut, Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi sempat mengeluarkan wacana bahwa wabah ini dapat diatasi dengan cara memusnahkan babi-babi tersebut. Dikutip dari Tribun-Medan.Com, Edy mengaku mengalami dilema akibat peristiwa ini, jika pun harus dimusnahkan menurutnya dana yang harus ia keluarkan untuk ganti rugi juga akan cukup besar.
“Ada dilema di situ, kalau saya iyakan ini bilang bencana, semua babi ini harus dimusnahkan. Kasih saya waktu satu bulan,” kata Edy Rahmayadi seusai melaksanakan salat di Masjid Agung, Jalan Pangeran Diponegoro, Kota Medan, Senin (6/1) sore.
Menurut Edy, pemerintah Sumut belum mampu menerapkan sistem seperti di negara China. Di mana, memusnahkan seluruh hewan ternak ini agar virus tidak tersebar luas.
“China butuh 20 tahun berikutnya tidak boleh memelihara babi sampai dinyatakan tempat steril. Mampukah itu dilakukan, saya masih mencari peluang lain,” kata dia.
Pernyataan ini lah yang kemudian melahirkan aksi damai ribuan massa yang menggunakan atribut ulos dan menyanyikan lagu-lagu daerah, salah satunya O Tano Batak. Massa turun ke jalanan sebagai buntut dari keresahan, sebab hewan kaki empat itu merupakan sumber ekonominya.
Perwakilan massa dari Horas Bangso Batak, Hasudungan Siahaan menyampaikan, pihaknya mendengar rencana pemerintah provinsi mengenai wacana pemusnahan babi. Selain itu, ada juga wacana restocking area atau hanya daerah tertentu yang boleh memelihara babi.
“Kami rasa program itu bertentangan dengan hati nurani kami. Lima bulan terakhir, banyak peternak babi yang merugi akibat peristiwa mati mendadak ratusan bahkan ribuan babi akibat terjangkit virus. Selama itu kami menderita, apakah kita semua menderita. Padahal babi merupakan mata pencarian kami,” teriaknya.
Selain melakukan aksi ke gedung DPRD Sumut, massa yang terdiri dari peternak dan penjual daging babi maupun pemilik rumah makan babi panggang karo (BPK), juga berencana melakukan demo ke Kantor Gubernur Sumut Jalan Diponegoro Medan. Massa menegaskan, aksi itu murni aspirasi rakyat yang resah tanpa kepentingan politik.
Namun hal ini dibantah oleh Edy Rahmayadi. Ia mengaku tidak ada rencana pemusnahan babi, ia meminta agar tidak ada pihak yang mencari panggung dari masalah ini.
“Jangan ada yang cari panggung memainkan isu ini. Saya tegaskan tidak ada pemusnahan babi. Tidak boleh ada orang yang memusnahkan ciptaan Tuhan. Saya akan selidiki siapa-siapa yang berusaha mempolitisir isu ini,” tandas Gubernur Edy saat menerima audiensi Komunitas Konsumen Daging Babi Indonesia (KKDBI), di gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Kamis (13/2/2020)
Hal sama juga dikatakan Kepala Kepolisian Daerah Sumatra Utara (Kapolda) Sumatra Utara (Sumut), Irjen Pol Martuani Sormin. Ia mengatakan, polemik ini muncul karena informasi yang berkembang di masyarakat bias.
“Yang dimaksud Gubernur Edy yang dimusnahkan adalah babi yang terkena virus ASF,” terangnya.
Sementara, Ketua DPRD Sumut, Baskami Ginting mengatakan, sudah final bahwa tidak benar ada rencana pemusnahan babi seperti yang berkembang di masyarakat. Dengan kata lain, maka polemik soal babi ini sudah selesai.
“Kita sudahi polemik ini. Berkali-kali Gubernur Edy, mengatakan tidak benar pemusnahan babi. Kawan-kawan jurnalis mari sama-sama memberitakan ini agar suasana sejuk,” pinta Baskami.
Namun, aksi damai #savebabi ini kemudian ditolak oleh ribuan umat islam di Sumut. Mereka yang menamakan diri Koalisi Umat Islam Sumut berencana demo pada Jumat (14/2/2020), salah satu isu yang dibawa menolak Hari Kedaulatan Babi yang dikampanyekan massa Save Babi.
Salah satu kelompok yang akan bergabung dalam demo menolak Save Babi tersebut adalah Sumut Bermartabat. “Ini reaksi atas aksi,” kata Juru Bicara Sumut Bermartabat, Abdul Hakim Siagian ketika dikonfirmasi medanbisnisdaily.com, (12/2/2020).
Pengacara yang juga mantan anggota DPRD Sumut dari Partai Amanat Nasional ini mengatakan, ada keresahan yang muncul pasca aksi demo Save Babi. Wacana-wacana yang muncul dalam aksi itu dinilai sangat mengganggu. Semisal wacana memperjuangkan kedaulatan babi. Padahal, sebelum ini masyarakat luas sudah dilanggar hak-haknya dengan banyaknya bangkai babi yang dibuang ke sungai, ke laut dan di banyak tempat lain pasca terserang virus.
“Kesannya sekarang mereka korban, padahal kita yang merasakan keresahan itu. Kalau save babi mestinya tidak dibuang ke mana-mana,” kata Hakim.
Polemik yang melahirkan kontroversi ini tentunya ke depannya harus menjadi pelajaran bagi Pemprov Sumut agar berfikir panjang sebelum melontarkan wacana-wacana agar tidak menimbulkan bias di masyarakat. Hal seperti ini tentunya akan semakin memperjelas sekat-sekat yang ada di masyarakat.