Ramai

Ditentang Banyak Pihak, Gubsu Edy Rahmayadi Labil Tiadakan Festival Danau Toba

KawalSumut.Com – Keputusan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi telah bulat, Festival Danau Toba (FDT) 2020 akan ditiadakan. Edy berkaca dari FDT dua tahun ke belakang selama dirinya menjabat sebagai gubsu yang terlihat sepi.

Atas dasar hal tersebut Edy meminta FDT 2020 dihentikan. Alasannya, festival tersebut dianggap tidak bermanfaat untuk mendatangkan wisatawan ke Danau Toba. Edy pun mengusulkan untuk mengganti bentuk acara yang lebih bisa mendongkrak wisata di danau tersebut.

“Kita bentuk lain gantinya apa, bukan waktunya, bentuknya apa. Kayaknya kurang bermanfaat pesta itu,” kata Edy kepada wartawan di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Kota Medan.

Edy pun menyarankan bentuk kegiatan lain yang dianggapnya lebih bermanfaat daripada FDT, triatlon misalnya.

“Triatlon itu ada lari, renang, sepeda. Atau kegiatan-kegiatan yang lain kita bentuk, bukan ditiadakan kegiatannya, tapi bentuknya apa, metodenya apa agar si wisatawan itu datang ke Danau Toba,” jelas Edy.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara membenarkan ditiadakannya FDT 2020. Ria berdalih pihaknya sedang mempersiapkan FDT 2021 yang akan jauh lebih matang.

“Karena pelaksanaannya diubah menjadi pada bulan Juni, kan persiapannya sempit jika dihitung dari sekarang. Itu sebabnya Festival Danau Toba kembali digelar pada tahun 2021, tahun ini ditiadakan,” jelas Ria.

Pernyataan Gubsu Edy Tuai Kritikan

FDT 2019 memang menuai banyak kritikan, kegiatan yang digelar selama 4 hari tersebut disinyalir sepi wisatawan dan lebih banyak dihadiri oleh pejabat negara. Para pedagang pun mengeluh, apalagi yang berasal dari luar kota. Selain itu banyak yang menganggap kegiatan ini kurang kreatifitas dan cenderung kurang promosi.

Ada juga yang menilai sepinya pengunjung FDT 2019, karena iklan promosinya hanya menampilkan foto Gubsu dan Wagubsu dengan tulisan: ‘Festival Danau Toba 2019, di Parapat Kabupaten Simalungun.’

“Mengapa sepi pengunjung? Kelihat iklan promosi ini ibarat Gubsu kampanye lagi. Publik tidak mengetahui materi apa yang difestivalkan untuk menontn,” tulis akun Inang Malvinas Bagariang di Facebook.

Namun demikian peniadaan FDT 2020 karena kegagalan pada tahun sebelum-sebelumnya tentunya menimbulkan tanda tanya. Bukannya berbenah, mengapa Festival yang seharusnya menjadi salah satu lumbung wisatawan ini malah harus ditiadakan.

Mantan Anggota DPRD Sumatera Utara, Sarma Hutajulu turut mengkritisi hal ini. Menurut Sarma selama ini FDT hanya dijadikan proyek belaka karena tidak menjadikan masyarakat dan Pemkab se-kawasan Danau Toba menjadi subjek atau pemilik even tersebut, namun hanya dijadikan penonton. Padahal, faktor pendukung kesuksesan event tersebut salah satunya lewat partisipasi masyarakat dengan keragaman budaya, kuliner, produk khas yang mereka miliki untuk disuguhkan kepada para wisatawan.

“Ini ibarat pepatah, tak pandai menari maka lantai yang yang disalahkan,” kata Sarma dikutip dari medanbisnisdaily.com.

Menurut Sarma persiapan yang dilakukan untuk penyelenggaraan FDT ini juga sangat minim. “Apakah waktu 6 bulan tak cukup mempersiapkan sebuah even agar bisa terselenggara dengan baik? “Seingat saya dalam pengesahan APBD 2020 yang disahkan oleh DPRD Provinsi Sumut bulan September 2019, program FDT dan peringatan hari ulos menjadi program yang sudah disahkan dalam rapat banggar dan rapat paripurna DPRD Sumut. Apakah anggaran yang sudah disahkan bersama tersebut bisa dianulir secara sepihak oleh eksekutif?”, urainya.

Sarma juga mengatakan ditiadakanya FDT 2020 menunjukkan minimnya komitmen Pemprovsu dalam upaya percepatan pembangunan kawasan wisata di kawasan Danau Toba.

“Saatnya rakyat dikawasan Danau Toba meminta pertanggungjawaban Pemprovu lewat Dinas Pariwisata,” tandas Sarma.

Pemkab Sekitar Danau Toba Tolak Peniadaan FDT

Ujaran Edy Rahmayadi mengenai FDT tidak bermanfaat itu pun ditolak oleh sejumlah Kepala Daerah yang bersinggungan langsung dengan Danau Toba diantaranya Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan dan Bupati Samosir, Rapidin Simbolon.

Menurut Nikson, bukan ditiadakan namun kemasan FDT yang perlu diubah dan ditata semenarik mungkin agar tidak terkesan monoton. “Tidak setuju bila FDT ditiadakan,” ujar Nikson, Senin (13/1).

Soal kemasan yang lebih menarik lagi, ujar Nikson lebih lanjut, sangat diharapkannya agar kualitas FDT ‘naik kelas’ dari penyelenggaraan pada tahun-tahun sebelumnya.

“Misalnya kalau memang kurang bermanfaat dan isinya kurang bagus, tinggal memperbaiki kemasannya saja, yang terpenting, setiap daerah itu dilibatkan. Kan misalnya ditambah lomba-lomba atau grand expo Sumut, itu bisa ditambahai jadi materi even untuk genjot wisatawan,” sebutnya.

Sementara Bupati Samosir, Rapidin Simbolon meminta Gubernur Edy Rahmayadi agar tidak menghentikan Festival Danau Toba. Bupati juga tak ingin nama Festival Danau Toba diganti.

“Kita kan menilai kurang baik kalau Pak Gubsu (Gubernur Sumut) menghentikan (Festival Danau Toba) itu, kurang tepat,” ujarnya.

Bila rencana penggantian konsep Festival Danau Toba dilakukan karena hasil kurang maksimal, Bupati Samosir ingin evaluasi event organizer yang kurang mumpuni.

“Kemudian tidak melibatkan pemerintah daerah di sekitar Danau Toba. Jadi saya bilang dengan segala permohonan maaf ke pak Gubernur, jangan sampai dihentikan, karena brand nama dari Festival Danau Toba itu sudah besar,” sambungnya.

Bupati Samosir berharap Gubernur Sumut mengajak diskusi kepala daerah kawasan Danau Toba. Dengan begitu masukan atas penyelenggaraan Festival Danau Toba akan lebih optimal.

“Kalau menurut saya begitu. Ini saya bukan mau melawan Pak gubernur, kita kan harus loyal. Saya ini mau memberi masukan kepada Pak Gubernur,” sambung Rapidin.

FDT Bermuatan Lokal dan Sudah Masuk APBD

Hal serupa juga disampaikan oleh Anggota Dewan Perwakilan Daerah, H Muhammad Nuh. Senator senior ini berpendapat, dalam FDT selalu bermuatan local wisdom atau kearifan lokal masyarakat di sekitar Danau Toba.

“Nah pelaksanaan FDT itu salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap budaya dan masyarakat di sana,” ujar Nuh.

Jika FDT 2020 ditiadakan, dia menilai hal itu sama saja tidak melindungi budaya daerah dan tergusur dengan nilai-nilai luar yang belum jelas arahnya.

Selain itu ucapan Edy yang dinilai gegabah oleh sejumlah pihak tersebut ternyata telah masuk ke dalam rancangan APBD Sumatera Utara. Hal tersebut diungkap oleh Ketua Komisi B, Viktor Silaen (Golkar).

Festival Danau Toba sudah ditampung anggarannya di APBD, jadi wajib dilaksanakan. Tidak boleh tidak diselenggarakan,” ujar Viktor.

“Kalau Pemprov Sumut merasa perlu menambahkan kegiatan agar lebih produktif, boleh saja. Tanpa harus menghilangkan (FDT) yang (sudah) ada,” katanya.

Setelah menimbulkan berbagai kontroversi, Gubernur Edy Rahmayadi meralat pernyataannya. Edy berdalih bahwa kegiatan yang sebelumnya disebut tidak bermanfaat itu, sedang dievaluasi dan dikemas agar gaungnya lebih menarik, bukan ditiadakan.

“Kita (buat) bentuknya yang lain. Seperti ada triatlon, lomba lari, berenang dan sepeda. Bukan ditiadakan kegiatannya. Tetapi bentuknya (seperti) apa, metodenya. Agar wisatawan itu datang ke Danau Toba,” ujar gubernur.

FDT sendiri merupakan sebuah event budaya, pariwisata dan olahraga yang telah digelar sejak tahun 1980 di Parapat Simalungun dengan nama Pesta Danau Toba (PDT). Terbaliknya KM Peldatari pada 1997 yang mengangkut ratusan pengunjung PDT Tomok-Samosir menyebabkan PDT tidak digelar selama 15 tahun.

Pada tahun 2013, PDT kembali dgelar dengan nama Festival Danau Toba (FDT), tuan rumahnya pun berbeda tiap lokasi. 2013 di Tuktuk Samsir, 2014 di Balige, 2015 di Berastagi Karo, 2016 di Muara Taput, 2017 di Humbahas, 2018 di Sidikalang-Dairi, dan 2019 di Parapat-Simalungun.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close