InfrastrukturRamai

Edy Rahmayadi Tolak Tuntutan Buruh Soal UMP

Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi berikan komentar terkait tuntutan para buruh yang meminta revisi Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut 2019.

Edy menyampaikan, tidak mungkin keluar dari regulasi yang ada dalam penetapan UMP.

“Ya (rumusannya tetap mengacu pada PP 78/2015 tentang Pengupahan). Kalau saya melanggar aturan pemerintah, lebih salah lagi nanti,” ujarnya kepada di gedung DPRD Sumut, Rabu (7/11/2018) sore.

Dirinya menyampaikan, dasar lainnya dalam menetapkan UMP yakni surat edaran menteri Tenaga Kerja. Sudah dihitung berdasarkan UMP 2018 senilai Rp2.132.118, pertumbuhan ekonomi nasional 5,12% dan inflasi sebesar 3,20%.

“Nah, dari UMP 2018 itu dikali pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi menjadi Rp 2,3 juta lebih UMP Sumut 2019. Berdasarkan rumusan tersebut kenaikannya sekitar Rp 177,392,” katanya.

Setelah itu pihaknya pada tahun depan bakal mendobrak sektor real terutama pertumbuhan ekonomi, sehingga upah pekerja atau buruh di Sumut pada 2020 bisa mencapai Rp3,5 juta sampai Rp3,8 juta. Lanjutnya, aspek lain yakni tingkat inflasi mesti turut diperhatikan seperti harga komoditi pangan.

Pada pemberitaan Tribun Medan sebelumnya, gelombang massa buruh menolak kenaikan UMP Sumut 2019 sebesar 8,03% kembali berlanjut, Selasa (6/11) siang. Sembilan elemen buruh di Sumut turun dan memblokade Jalan Pangeran Diponegoro Medan, atau tepat di depan kantor Gubernur Sumut.

Elemen massa itu terdiri dari FSPI, SBMI Sumut, GSBI, SERBUNDO, SBSI 1992, KPR, PPMI, OPPUK dan LBH Medan yang tergabung dalam satu wadah; Aliansi Pekerja/Buruh Daerah Sumut (ABPD-SU).

Dalam orasi terbuka elemen buruh yang disampaikan secara bergiliran, mereka menuntut agar pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah No.78/2015 tentang Pengupahan, revisi UMP Sumut 2019 senilai Rp2.303.403,43, tindak tegas pemberangusan serikat buruh, angkat Buruh Harian Lepas (BHL), outsourcing, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) menjadi buruh tetap, berikan perlindungan hukum bagi buruh perkebunan kelapa sawit, tolak kriminalisasi terhadap buruh dan
berikan perumahan dan transportasi gratis bagi buruh.

“Penetapan upah sesuai PP 78/2015 telah mengangkangi UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21/2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Patut diduga banyak kartel-kartel atau mafia upah murah di Sumut, termasuk Dewan Pengupahan (Depeda) dan serikat buruh didalamnya,” kata orator aksi dari FSPI Sumut, Amin Basri.

Dalam UU tenaga kerja, kata dia, jelas diatur sebelum pembahasan dan penetapan UMP harus melakukan survei KHL. “Setahu kami Dewan Pengupahan tidak pernah melakukan survei. Kami dari elemen APBD SU meminta Gubsu berani melakukan revisi UMP 2018 menjadi Rp2,9 juta,” katanya meneriakkan yel-yel ‘hidup buruh, hidup pekerja dan hidup APBD-SU’.

Pihaknya menagih janji Gubernur Sumut Edy Rahmayadi semasa kampanye lalu dimana siap memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraan kaum buruh.

“Kami menagih agar Gubsu berani keluar dari PP 78/2018 dan surat edaran Menaker yang menaikkan UMP sebesar 8,03 persen. Kekecewaan yang sama kami sampaikan kepada Kadisnaker Sumut, Depeda Sumut dan serikat buruh, yang mana patut kita duga ada kartel dan mafia upah murah di kantor Gubsu atas penetapan UMP 2019,” katanya.

Ia membeberkan, bahwa UMP DKI 2019 sudah ditetapkan senilai Rp3,9 juta, dan UMP Sumut sudah ditetapkan sebesar Rp2,3 juta lebih. “Kenapa Provinsi Sumut tidak melakukan survei KHL di 33 kabupaten/kota di Sumut.

Survei yang kami lakukan berdasarkan catatan statistik yang kami peroleh, UMP bisa saja jumlahnya sebesar Rp2,9 juta. Ada pengunduran upah di Sumut. Sebab kalau pada 2005 UMP DKI dan Sumut hanya berkisar Rp430 ribu, tapi setelah 10 tahun kita jauh ketinggalan nilai UMP dengan DKI bahkan Riau dan Aceh. Bahwa ada kartel pengupahan di Sumut,” katanya.

“Kalau saya tidak salah ada sekitar 15 item itu harus kita kejar macam cabai, bawang dan lainnya. Itu yang kita kejar. Mudah-mudahan 5,12 persen pertumbuhan ekonomi kedepan, bisa mencapai sampai 6 persen maka Rp3,5 juta sampai Rp3,9 juta gaji buruh kita bisa tercapai. Tetapi kalau cuma masih 5,12% pertumbuhan ekonomi kita, lalu inflasi 3,20% terkejarnya itu ya Rp2,3 juta lebih itu,” terangnya.

Apabila kondisi tersebut dipaksakan, lanjut Edy, umpama dikisaran Rp2,6 juta UMP 2019, maka perusahaan tidak akan mampu menyiapkan upah pekerja mereka.

“Tutup perusahaan itu, banyak rakyat kita kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), bisa chaos (kacau) kita,” pungkasnya.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Close